PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DAN PENERAPAN PRINSIP PARTISIPATIF
Oleh : Irawan Hasan
“Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan, dan persatuan”
“Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terus-menerus, dan terpadu dengan mengutamakan pendekatan hak-hak dasar”
Mengapa Masyarakat Harus di Berdayakan ?
Sudah sering kita
Sungguh ironis memang, apa yang kita harapkan dari orang-orang atau kelompok-kelompok yang seharusnya menjadi motor penggerak dalam memberi akses, baik ekonomi, sosial ataupun budaya serta memberi peran aktif yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, apakah itu dari golongan miskin, perempuan, laki-laki, nelayan, petani, tukang ojek, buruh dan sebagainya, justru meninggalkan pendekatan hak-hak dasar masyarakat yang seharusnya mereka terapkan.
Terabaikannya pendekatan hak-hak dasar masyarakat dalam memberi peran aktif masyarakat dalam menentukan jalan hidupnya, berdampak pada munculnya pandangan yang cukup kontroversial yang menyebutkan kemiskinan merupakan masalah yang semata-mata terkait pada kekurangan modal dan menganggap masyarakat miskin sebagai obyek yang tidak memiliki informasi dan pilihan sehingga tidak perlu terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik, yang pada intinya orang-orang atau kelompok-kelompok tersebut tetap memposisikan dirinya “akulah yang layak mengambil keputusan, bukan orang miskin yang tidak punya kemampuan apa-apa”. Implikasi dari pandangan ini adalah pemerintah mempunyai peran dominan untuk menyediakan modal dan kebutuhan dasar masyarakat miskin. Pendekatan ini terbukti kurang optimal dalam memecahkan masalah kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh kesulitan anggaran dan lemahnya rancangan kebijakan karena tidak menyentuh akar masalah kemiskinan, tetapi juga tidak adanya pengakuan dan penghormatan atas suara dan hak-hak dasar masyarakat miskin.
Adanya pengutamaan pada kelompok tertentu dalam upaya peningkatan pembangunan telah menimbulkan ketimpangan struktur dalam tatanan kehidupan masyarakat. Contoh dapat kita lihat pada kegiatan ekonomi yang sebagian besar terpusat pada sebagian kecil masyarakat, yang telah memiliki akses untuk memperoleh berbagai kemudahan dari pemerintah. Distribusi pendapatan yang kurang merata menimbulkan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat, sehingga muncul istilah “siapa yang dekat dengan api, maka dialah yang panas”. Selain itu, pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi juga telah melemahkan dan mengabaikan upaya pembinaan dan peningkatan kapasitas kelembagaan, baik pada sektor publik, dunia usaha swasta/masyarakat, maupun pemberdayaan masyarakat. Paradigma pembangunan melalui alokasi sumber daya pembangunan yang terpusat, telah melemahkan inisiatif dan potensi masyarakat luas. Sifat dan model pembangunan yang demikian itu telah melahirkan ketergantungan dari bawah ke atas (top-down approach), serta menjadikan golongan bawah menjadi tidak berdaya untuk mengaktualisasikan kemampuannya, malah sebaliknya makin mengokohkan posisi kaum-kaum elit yang telah banyak meraup keuntungan dengan mengatasnamakan masyarakat miskin dengan tujuan kemakmuran golongan-golongan tertentu.
Pemberdayaan Masyarakat
“Masalah kemiskinan tidak dapat dipecahkan melalui kebijakan yang bersifat sektoral, parsial,
dan berjangka pendek, tetapi kebijakan yang konsisten, terpadu dan terencana”
Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan dan kelompok yang terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri. Dalam proses ini, lembaga berperan sebagai fasilitator yang mendampingi proses Pemberdayaan Masyarakat. Pada prinsipnya masyarakatlah yang menjadi aktor dan penentu pembangunan dan sekaligus menjadi “programmer” bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya. Usulan-usulan masyarakat merupakan dasar bagi program pembangunan lokal, regional, bahkan menjadi titik pijak bagi program nasional.
Aspek penting dalam program Pemberdayaan Masyarakat adalah:
- Program yang disusun sendiri oleh masyarakat;
- Menjawab kebutuhan dasar masyarakat;
- Mendukung keterlibatan kaum miskin, perempuan, buta huruf dan kelompok terabaikan lainnya;
- Dibangun dari sumberdaya lokal dan sensitif terhadap nilai-nilai budaya setempat;
- Memperhatikan dampak lingkungan;
- Tidak menciptakan ketergantungan;
- Berbagai pihak terkait terlibat, serta;
- Berkelanjutan.
Menjalankan pendekatan Pemberdayaan Masyarakat pada tingkat penentu kebijakan akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumberdaya pembangunan yang semakin terbatas. Hal ini akan meningkatkan kesesuaian program pembangunan dengan kenyataan setempat dan memperkuat keberlanjutan program karena masyarakat mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab.
Terdapat sejumlah hambatan kebijakan dan kelembagaan dalam menerapkan pendekatan Pemberdayaan Masyarakat yang berhasil. Hambatan ini antara lain adalah terbatasnya komitmen dan pemahaman para penentu kebijakan terhadap prinsip dan keuntungan yang bisa diperoleh dari pendekatan Pemberdayaan Masyarakat serta kurangnya orientasi pada klien oleh aparat pemerintah di semua tingkatan. Di samping itu, hambatan finansial masih membatasi penentuan keputusan tingkat lokal. Lebih jauh lagi, penyusunan kebijakan rinci menghambat timbulnya kreativitas lokal. Hambatan lain adalah kekurangan data monitoring dan evaluasi serta masih adanya struktur pemerintahan dan proses perencanaan yang bersifat membatasi aktivitas dan kreativitas masyarakat.
Upaya pemberdayaan masyarakat yang dimungkinkan dengan adanya kebijakan atau keputusan politis untuk melakukan proses desentralisasi sedini mungkin, perlu dilakukan demi terlaksananya pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Prinsip Partisipasi
“Kemiskinan adalah masalah nasional yang tidak dapat diselesaikan hanya oleh pemerintah
sendiri, tetapi juga harus menjadi tanggung jawab bersama semua pihak”
Prinsip partisipasi adalah mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Analisis kemiskinan partisipatif dilakukan untuk memahami suara masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan tentang masalah kemiskinan yang mereka hadapi dan mengakomodasikan suara masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan.
Dari uraian di atas, dapat dikemukakan beberapa pengertian Partisipasi sebagai acuan adalah sebagai berikut :
- Pelibatan diri pada suatu tekad yang telah menjadi kesepakatan bersama (Hasan Poerbo).
- Voluntary involvement of people in making & implementing decisions directly affecting their lives, ….(UNCHS, 1991).
Pelibatan secara suka rela oleh masyarakat dalam pengambilan dan pelaksanaan keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka……
- A voluntary process by which people including the disadvantaged (income, gender, ethnicity, education) influence or control the decisions that affect them (Deepa Narayan, 1995).
Suatu proses yang wajar dimana masyarakat termasuk yang kurang beruntung (penghasilan, gender, suku, pendidikan) mempengaruhi atau mengendalikan pengambilan keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka
Dan partisipasi masyarakat selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini :
- Bersifat proaktif dan bukan reaktif artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak.
-
-
-
Ø Penjelasan
Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Saluran komunikasi yang menjadi salah satu wadah agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya menjadi salah satu kendala dalam memaksimalkan peran partisipasi masyarakat, untuk itu penyediaan jalur komunikasi yang meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat baik tertulis maupun tidak tertulis. Metode lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan yang diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif untuk menyelesaikan persoalan secara bersama-sama.
Ø Instrumen
Instrumen dasar partisipasi adalah peraturan yang menjamin hak untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang berdampak pada terbukanya akses bagi masyarakat miskin dan rentan lainnya dalam merumuskan dan menentukan arah kebijakan bagi dirinya sendiri, tanpa terus menerus tergantung pada pihak-pihak tertentu, sedangkan instrumen pendukungnya adalah pedoman pemerintahan partisipatif yang mengakomodasi hak penyampaian pendapat dalam segala proses
Ø Indikator
Tumbuhnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan lembaga-lembaga lain, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan, meningkatkan kualitas dan kuantitas masukan berupa kritik dan yang saran yang konstruktif untuk pembangunan dan terjadinya
Kesimpulan
0 komentar:
Posting Komentar